Beberapa hari yang lalu, biasalah anak
muda yang udah stress sama tugas kuliah tentunya “ingin balas dendam” atau
lebih kerennya ingin refreshing agar otaknya kembali encer. Karena destinasi
wisata di sekitar rumah udah dijajaki semua, pastinya bosan kalau kesitu-situ
lagi, kayak ndak ada tempat lain aja. Untuk menyukseskan rencana besar itu
“dolan=main maksudnya” diputuskan untuk berangkat ber-4 seperti fantastic four
mengarungi jalan berasap.
Dengan bermodal 2 motor bebek yang gak
bisa terbang kami “sebut aja ndas, mas bo, topa dan gembul” melaju dengan
kecepatan cahayanya kizaru menuju kota jogja, rumahnya sultan Hamengkubuwana X.
Sebelum beraksi kami rapat sebentar dimeja tak berbentuk di geladak rumah topa
dan hsil rapat memutuskan bahwa tujuan kami ke Imogiri dan Pantai Parangtritis.
Jam 9 dimulailah dinas kami menuju
persinggahan perdana yaitu Imogiri, yang tak lain adalah makam Kasultanan
Mataram, yang terletak di Kecamatan Imogiri, Bantul. Perjalanan panjang tiada
henti itupun dimulai, sebab hari itu menjelang bulan Ramadhan jalanan kota
Klaten dan Jogja sangat padat merayap kayak rayap. Jalanan lebih dari 80km itu
kami lalui, sempat istirahat di indomaret Janti bawah Ringroad selatan untuk
beli minuman.
Waktu 10 menit istirahat, lalu melewati
Ringroad selatan kami menuju Imogiri. Karena saya tak tau arah apalagi jalan
yang perlu diingat ketika lewat ringroad dan mau ke Imogiri ikut saja jalan
ringroad sampai ada plakat bertuliskan imogiri. Kalo dari arah Solo setelah ada
plakat belok kiri tinggal lurus #kayaknya sih, dan bebrapa menit kemudaian
pasti bertemu plakat-plakat selanjutnya yang menunjukkan jalan ke Imogiri.
Sampai di sana kami “mblasuk” atau salah
jalur karena kami masuk lewat perkampungan bukan jalan yang semestinya. Dan
setelah bertanya kepada juru kunci desa, maksud kami warga desa kami putar arah
dan sampai di jalur utama pendakian Imogiri. Setelah diskusi agak lama karena
gak tau jalan naik kami memutuskan yang penting jalan ternyata jalan kami jalan
yang benar. Karena untuk perawatan situs ini disana kami disuruh memberiuang
seikhlasnya, 10ribu kami anggap pas untuk kami ber-4.
Untuk menyelamatkan kami dari hal yang
tidak mengenakkan kami sholat Dhuhur dulu yang kami Jama’ dengan Ashar kan masih
ke parangtritisnya lama #alasan ae. Melihat sisilah raja yang ada di sana bikin
pusing dan tambah tidak mengerti kami langsung mulai naik tangga yang akan
membuat ‘ndas’ kurus #hehhe. Dalam hitungan saya ada 384 tangga, tapi kata
penjaganya ada 500 tangga, setiap ada yang menghitungnya biasanya berbeda
hasilnya seperti mitosnya yang adaa disana.
Karena modal dengkul alias modal nekat kami
sampai atas pun tak bisa masuk melihat makam sultan agung dan keturunannya
karena harus sewa beskap bila mau masuk. Alhasil, sampai pintu gerbang pertama
sambil makan-makan cukuplah itu bagi kami.
Setelah keluar dari situs bersejarah dan
menyerap banyak ilmu #bilang saja ilmu ndagel. Kami meluncur ke Pantai
parangtritis. Agar tidak pingsan dipinggir jalan kami mencari tempat mengisi
perut, karena tak tau peta kami serahkan arah pada motor kami, tak lama motor
kami tiba-tiba belok sendiri ke arah warung bakso dan mie ayam. Karena yang
dicari Cuma isi perut kami tidak mengubris apa rasanya makanan itu padahal
seperti hambar rasanya.
Setelah menambah isi perut walau tak
menambah isi otak kami melanjutkan perjalanan menembus batas in. Tak usah
kembali lewat kota, dari imogiri tinggal belok kiri ke selatan terus akan
sampai di pantainya ratu kidul. Menurut film Keramat tahun 2009 di parangtritis
adalah pintu masuk ke dunia lain, entah benar atau tidak.
Sebelum masuk ke pantai selatan ini
harus mengeluarkan tiap nyawa 5 ribu rupiah untuk tiket masuk, untungnya meski
ramai dalam perjalanan namun tidaklah macet. Disan kami memilih memarkir
kendaraan kami di sepanjan pantai bagian timur. Kami pun menuju bibir pantai,
terlihat ribuan orang yang berada disana. Sepanjang bibir pantai parangtritis
yang memanjang dari timur hingga barat, sepertinya tak ada ruang kosong
satupun. Ada yang mandi, main bola, foto-foto, naik mobil mini sewaan #aku lupa
namanya**.
Karena masih terlalu ramai, kami pun
foto-foto bak foto model internasional yang gagal, dengan gaya terbaik pun
masih aja keliatan jelek, tapi karena sudah tak tau malu yang penting pede aja.
Akhirnya pose terbaik dapat diambil, tapi tetap saja masih wagu. Karena tak mau
melewatkan kesempatan perak ini, kami bersegera ganti baju dan bersiap mandi di
pantai. Tak disangka setelah ganti baju kita ber-3 seperti anak SMP yang hilang
di pantai, apalagi ditambah dengan hadirnya orang tua kami #panggil mas bo#
yang menjaga kami dari jauh karena tak ikut berenang.
Karena kesetanan dalam berenang kami
terbawa arus dari bibir pantai ke pasir-pasir pantai. 2 jam menggila di bibir
pantai, kami lama-lama seperti buah dimasukkan kulkas, dingin sekali rasanya,
karena anginnya kencang ditambah badan kami yang minimalis tak urung kami
mengangkat tangan tanda menyerah. Kami bersegera menuju tempat mas bo yang
membawa baju dan tas kami karena kami bisa mati kedinginan kalau tak segera
ganti baju.
Setelah berjalan dari sisi barat ke
timur dan kami tibalah ke tempat parkir motor terbaik kami, 5 ribu untuk mandi
dan parkir kami disana. Karena ada bisikan aneh kami pun segera pulang
#bisikane mas bo. Baru sampai jembatan, ternyata memang di jembatan itu harus
ada yang dikorbankan, dan yang terpilih adalah ban belakang motor saya yang
harus terluka, untung ada tukang tambal ban dekat jembatan, kalau tidak tak tau
apa yang akan terjadi padaku #alay.
Tak kurang setengah jam menunggu dan jam
telah menunjuk pukul 17.30. Kami pun
melanjutkan perjalanan setelah ban motor saya telah “waras” kembali, dalam
perjalanan kami mampir memberi makan si motor dan hati kami, maksudnya isi
bensin dan sholat. Setelah 2 jam perjalanan menyusuri kembali jalan berangkat,
kami pun tiba di rumah topa, meski jalanan macetnya sudah kayak jakarta. Saya
gak bisa bayangin kalo hidup di jakarta, tiap hari macet, duh duh.
Untuk keselamatan perjalanan ke rumah
maka kami isi perut dulu di tempatnya topa, karena mau jajan sudah gak punya
modal, jadi nunggu gratisan aja di tempatnya topa. Alhamdulilah jam setengah 11
saya tiba dirumah dengan lecet-lecet, maksudku selamat. Dan selanjutnya ngecek
Top Eleven, dan ternyata kalah, saya pun frustasi dan tidur.
Selamat Menikmati !! Haha
0 komentar:
Posting Komentar