Jumat, 12 Juli 2013

Perjalanan Menembus Batas

Beberapa hari yang lalu, biasalah anak muda yang udah stress sama tugas kuliah tentunya “ingin balas dendam” atau lebih kerennya ingin refreshing agar otaknya kembali encer. Karena destinasi wisata di sekitar rumah udah dijajaki semua, pastinya bosan kalau kesitu-situ lagi, kayak ndak ada tempat lain aja. Untuk menyukseskan rencana besar itu “dolan=main maksudnya” diputuskan untuk berangkat ber-4 seperti fantastic four mengarungi jalan berasap.
Dengan bermodal 2 motor bebek yang gak bisa terbang kami “sebut aja ndas, mas bo, topa dan gembul” melaju dengan kecepatan cahayanya kizaru menuju kota jogja, rumahnya sultan Hamengkubuwana X. Sebelum beraksi kami rapat sebentar dimeja tak berbentuk di geladak rumah topa dan hsil rapat memutuskan bahwa tujuan kami ke Imogiri dan Pantai Parangtritis.
Jam 9 dimulailah dinas kami menuju persinggahan perdana yaitu Imogiri, yang tak lain adalah makam Kasultanan Mataram, yang terletak di Kecamatan Imogiri, Bantul. Perjalanan panjang tiada henti itupun dimulai, sebab hari itu menjelang bulan Ramadhan jalanan kota Klaten dan Jogja sangat padat merayap kayak rayap. Jalanan lebih dari 80km itu kami lalui, sempat istirahat di indomaret Janti bawah Ringroad selatan untuk beli minuman.
Waktu 10 menit istirahat, lalu melewati Ringroad selatan kami menuju Imogiri. Karena saya tak tau arah apalagi jalan yang perlu diingat ketika lewat ringroad dan mau ke Imogiri ikut saja jalan ringroad sampai ada plakat bertuliskan imogiri. Kalo dari arah Solo setelah ada plakat belok kiri tinggal lurus #kayaknya sih, dan bebrapa menit kemudaian pasti bertemu plakat-plakat selanjutnya yang menunjukkan jalan ke Imogiri.
Sampai di sana kami “mblasuk” atau salah jalur karena kami masuk lewat perkampungan bukan jalan yang semestinya. Dan setelah bertanya kepada juru kunci desa, maksud kami warga desa kami putar arah dan sampai di jalur utama pendakian Imogiri. Setelah diskusi agak lama karena gak tau jalan naik kami memutuskan yang penting jalan ternyata jalan kami jalan yang benar. Karena untuk perawatan situs ini disana kami disuruh memberiuang seikhlasnya, 10ribu kami anggap pas untuk kami ber-4.
Untuk menyelamatkan kami dari hal yang tidak mengenakkan kami sholat Dhuhur dulu yang kami Jama’ dengan Ashar kan masih ke parangtritisnya lama #alasan ae. Melihat sisilah raja yang ada di sana bikin pusing dan tambah tidak mengerti kami langsung mulai naik tangga yang akan membuat ‘ndas’ kurus #hehhe. Dalam hitungan saya ada 384 tangga, tapi kata penjaganya ada 500 tangga, setiap ada yang menghitungnya biasanya berbeda hasilnya seperti mitosnya yang adaa disana.
Karena modal dengkul alias modal nekat kami sampai atas pun tak bisa masuk melihat makam sultan agung dan keturunannya karena harus sewa beskap bila mau masuk. Alhasil, sampai pintu gerbang pertama sambil makan-makan cukuplah itu bagi kami.
Setelah keluar dari situs bersejarah dan menyerap banyak ilmu #bilang saja ilmu ndagel. Kami meluncur ke Pantai parangtritis. Agar tidak pingsan dipinggir jalan kami mencari tempat mengisi perut, karena tak tau peta kami serahkan arah pada motor kami, tak lama motor kami tiba-tiba belok sendiri ke arah warung bakso dan mie ayam. Karena yang dicari Cuma isi perut kami tidak mengubris apa rasanya makanan itu padahal seperti hambar rasanya.
Setelah menambah isi perut walau tak menambah isi otak kami melanjutkan perjalanan menembus batas in. Tak usah kembali lewat kota, dari imogiri tinggal belok kiri ke selatan terus akan sampai di pantainya ratu kidul. Menurut film Keramat tahun 2009 di parangtritis adalah pintu masuk ke dunia lain, entah benar atau tidak.
Sebelum masuk ke pantai selatan ini harus mengeluarkan tiap nyawa 5 ribu rupiah untuk tiket masuk, untungnya meski ramai dalam perjalanan namun tidaklah macet. Disan kami memilih memarkir kendaraan kami di sepanjan pantai bagian timur. Kami pun menuju bibir pantai, terlihat ribuan orang yang berada disana. Sepanjang bibir pantai parangtritis yang memanjang dari timur hingga barat, sepertinya tak ada ruang kosong satupun. Ada yang mandi, main bola, foto-foto, naik mobil mini sewaan #aku lupa namanya**.
Karena masih terlalu ramai, kami pun foto-foto bak foto model internasional yang gagal, dengan gaya terbaik pun masih aja keliatan jelek, tapi karena sudah tak tau malu yang penting pede aja. Akhirnya pose terbaik dapat diambil, tapi tetap saja masih wagu. Karena tak mau melewatkan kesempatan perak ini, kami bersegera ganti baju dan bersiap mandi di pantai. Tak disangka setelah ganti baju kita ber-3 seperti anak SMP yang hilang di pantai, apalagi ditambah dengan hadirnya orang tua kami #panggil mas bo# yang menjaga kami dari jauh karena tak ikut berenang.
Karena kesetanan dalam berenang kami terbawa arus dari bibir pantai ke pasir-pasir pantai. 2 jam menggila di bibir pantai, kami lama-lama seperti buah dimasukkan kulkas, dingin sekali rasanya, karena anginnya kencang ditambah badan kami yang minimalis tak urung kami mengangkat tangan tanda menyerah. Kami bersegera menuju tempat mas bo yang membawa baju dan tas kami karena kami bisa mati kedinginan kalau tak segera ganti baju.
Setelah berjalan dari sisi barat ke timur dan kami tibalah ke tempat parkir motor terbaik kami, 5 ribu untuk mandi dan parkir kami disana. Karena ada bisikan aneh kami pun segera pulang #bisikane mas bo. Baru sampai jembatan, ternyata memang di jembatan itu harus ada yang dikorbankan, dan yang terpilih adalah ban belakang motor saya yang harus terluka, untung ada tukang tambal ban dekat jembatan, kalau tidak tak tau apa yang akan terjadi padaku #alay.
Tak kurang setengah jam menunggu dan jam telah menunjuk pukul 17.30.  Kami pun melanjutkan perjalanan setelah ban motor saya telah “waras” kembali, dalam perjalanan kami mampir memberi makan si motor dan hati kami, maksudnya isi bensin dan sholat. Setelah 2 jam perjalanan menyusuri kembali jalan berangkat, kami pun tiba di rumah topa, meski jalanan macetnya sudah kayak jakarta. Saya gak bisa bayangin kalo hidup di jakarta, tiap hari macet, duh duh.
Untuk keselamatan perjalanan ke rumah maka kami isi perut dulu di tempatnya topa, karena mau jajan sudah gak punya modal, jadi nunggu gratisan aja di tempatnya topa. Alhamdulilah jam setengah 11 saya tiba dirumah dengan lecet-lecet, maksudku selamat. Dan selanjutnya ngecek Top Eleven, dan ternyata kalah, saya pun frustasi dan tidur.

Selamat Menikmati !! Haha

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India